Masalah Kesehatan di Indonesia
Berdasarkan hasil rapat kerja kesehatan nasional(Rakerkernas) Indonesia memiliki tiga masalah kesehatan yang perlu perhatian khusus yaitu Terkait TBC,Stunting&peningkatan mutut imunisasi sesuai data WHO Global Tuberculosis Report 2016, Indonesia menempati posisi kedua dengan beban TBC tertinggi di dunia. Tren insiden kasus TBC di Indonesia tidak pernah menurun, masih banyak kasus yang belum terjangkau dan terdeteksi, kalaupun terdeteksi dan telah diobati tetapi belum dilaporkan.Tuberculosis (TBC) merupakan salah satu penyakit yang mematikan di Indonesia. Pada 2017, sebanyak
pengidap TBC melapor dan sekitar 400 ribu lainnya tidak melapor atau tidak terdiagnosa. Penderita TBC tersebut terdiri atas 492 ribu laki-laki, 349 ribu perempuan, dan 49 ribu anak-anak.Menurut WHO, kasus TBC di Indonesia terbesar akibat merokok, kurang gizi, diabetes, dan mengonsumsi alkohol. Kejadian TBC di Indonesia pada 2017 sebesar 319 kejadian per 100 ribu populasi.
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Kemudian terkait Stunting,banyak faktor yang menyebabkan stunting, di antaranya dari faktor ibu yang kurang nutrisi di masa remajanya, masa kehamilan, pada masa menyusui, dan infeksi pada ibu. Faktor lainnya berupa kualitas pangan, yakni rendahnya asupan vitamin dan mineral, buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani, dan faktor lain seperti ekonomi, pendidikan, infrastruktur, budaya, dan lingkungan.Pada 2010, WHO membatasi masalah stunting sebesar 20%. Sementara itu berdasarkan Pemantauan Status Gizi 2015-2016, prevalensi Balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada 2 provinsi yang berada di bawah batasan WHO tersebut. Namun, faktanya yang ada di Indonesia, keadaan stunting pada balita berada pada angka 35,6 persen, yang artinya sudah melebihi batas toleransi WHO.Masih dari data WHO, telah tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita mengalami stunting. Sementara, dari 35,6 persen pengidap stunting di Indonesia tersebut, sebanyak 18,5 persen balita masuk dalam kategori sangat pendek dan 17,1 persen masuk ke kategori pendek. Dengan adanya angka-angka yang diungkapkan WHO itu juga akhirnya membuat Indonesia tergolong dalam negara yang status gizinya buruk.Lebih lanjut, dari banyaknya daerah yang berada di kawasan Indonesia, Provinsi Sulawesi Tengah menjadi daerah yang mengalami stunting tertinggi, sekira 16,9 persen. Selain itu, ada pula Provinsi Sumatera Utara yang hanya 7,2 persen saja balitanya yang mengalami stunting.Oleh karena Indonesia telah masuk dalam lima besar di dunia sebagai negara dengan stunting terbanyak, maka pemerintah pun tidak tinggal diam. Dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN), pemeritah menargetkan penurunan dari prevalensi stunting dari status awal 32,9 persen, turun menjadi 28 persen pada 2019 mendatang.
Negara Indonesia yang terdiri dari kepulauan juga membuat pemerintah membuat sebuah penetapan prioritas daerah yang ditangani pada tahap awal. Ada 100 kabupaten prioritas yang akan ditangani lebih dulu, baru kemudian 200 kabupaten lainnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, perlu intervensi spesifik gizi pada remaja, ibu hamil, bayi 0-6 bulan dan ibu, bayi 7-24 bulan dan ibu. Selain itu diperlukan juga intervensi sensitive gizi seperti peningkatan ekonomi keluarga, program keluarga harapan, program akses air bersih dan sanitasi, program edukasi gizi, akses pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.Selanjutnya soal Imunisasi, kejadian luar biasa difteri dan campak yang baru-baru ini terjadi membuat pemerintah harus kembali menganalisa terkait cakupan imunisasi yang telah dilakukan, mutu atau kualitas vaksin yang ada, serta kekuatan surveilans di berbagai daerah.Namun demikian, cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia pada 2015 hingga 2017 mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, pada 2015 cakupan imunisasi secara nasional mencapai 86,5%, pada 2016 mencapai 91,6%, dan pada 2017 mencapai 92,4%.Usulan penajaman program penting dilakukan, yaitu berupa peningkatan cakupan imunisasi, edukasi kepada masyarakat dan advokasi pada pimpinan wilayah, dan membangun sistem surveilans yang kuat untuk deteksi kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.Ke tiga hal tersebut (TBC, Stunting, dan Imunisasi) mendorong pemerintah melalui Rakerkesnas ini untuk berupaya mengidentifikasi masalah dan menyusun upaya-upaya dalam rangka percepatan Eliminasi Tuberculosis, Penurunan Stunting dan Peningkatan Cakupan serta Mutu Imunisasi.
Daftar pustakaDepkes.go.id(diakses pukul 21:30)https://www.who.int/nutrition/topics/world-food-day-2019-malnutrition-world-health-crisis/en/
uwwaaw thankyouuu
BalasHapusSama-sama semoga bermanfaat 👌
Hapussyukron:)
BalasHapusBermanfaat memang cocok untuk anak kuliahan
BalasHapus